Oleh:
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan
Sebagai seorang yang dilahirkan dalam kondisi muslim, kita tentu tidak asing lagi dengan dua kalimat syahadat atau yang biasa dikenal sebagai syahadatain. Bagaimana tidak? Sejak kita kecil kalimat ini sudah diajarkan pada kita. Bahkan saat kita baru lahir kita diazankan dan diiqamahkan serta disyahadatkan. Setiap hari paling tidak kita mengucapkan kalimat ini berkali-kali dalam tasyahud shalat kita. Belum lagi dalam dzikir-dzikir yang kita ucapkan. Namun, meski kita sudah sedemikian akrab dengan kalimat ini, kita harus bertanya pada diri kita apakah kita sudah menghayatinya dengan penghayatan yang sebenarnya untuk kemudian mengejewantahkannya dalam kehidupan sehari-hari?
Inti syahadat
Inilah sekilas tentang makna Laa Ilaaha Illallah yang pada intinya adalah pengakuan bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah ta'ala semataIsi syahadat
- Ikrar
Ikrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya.Ketika seseorang mengucapkan kalimat syahadat, maka ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang ia ikrarkan itu.
- Sumpah
Syahadat ini berarti sumpah. Seseorang yang bersumpah, berarti dia siap menerima akibat dan resiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut.Artinya, Seorang muslim itu berarti siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam.
- Janji
Syahadat ini berarti janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasul.
Makna syahadat
Kalimat syahadat terdiri dari dua bagian. Yang pertama disebut syahadat tauhid. Yang kedua disebut syahadat kerasulan. Dalam syahadat tauhid, kita mempersaksikan, berikrar dan berjanji bahwa laa ilaha illallah 'tidak ada ilah selain Allah'. Pernyataan ini pertama-tama berarti bahwa tidak ada yang memiliki sifat-sifat rububiyah kecuali Allah. Artinya, Allah sajalah pencipta alam semesta ini sekaligus pemelihara urusan-urusannya, pemberi rizki kepada semua makhluk dan pemilik hakiki dari semua yang ada di alam ini. Namun, kesaksian pada rububiyah ini tidak serta merta membuat seseorang menjadi seorang muslim. Untuk menjadi seorang muslim, seseorang harus melangkah pada makna syahadat tauhid yang lebih jauh, yakni tidak ada yang berhak diibadahi dan disembah dalam hidup ini kecuali Allah. Sebenarnya, makna ini adalah konsekuensi logis dari makna rububiyah tadi. Bukankah jika seseorang telah mengakui bahwa satu-satunya pemilik sifat rububiyah adalah Allah maka tidak ada lagi pilihan lain baginya kecuali berserah diri beribadah kepada-Nya.
Kesaksian bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah biasa disebut sebagai pengesaan pada uluhiyah Allah. Ini adalah sebuah kesaksian bahwa seseorang benar-benar akan tunduk, menyembah, mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah. Ia akan menjadikan Allah sebagai yang paling ia cintai di atas segala-galanya, yang paling ia takuti di atas segala-galanya, dan puncak dari segala pengharapannya. Sampai di sini, seseorang disebut sebagai muslim. Bagaimana dengan kita? Seberapakah kualitas pengesaan kita pada uluhiyah Allah ini?
Pengesaan kita kepada Allah harus bersifat total. Ini terlihat dari redaksi kalimat tauhid 'laa ilaha illallah'. Pertama-tama, kita menegasikan segala bentuk ilah. Baru sesudah itu kita kecualikan Allah. Ini artinya kita sama sekali tidak bisa menyekutukan Allah dalam sifat-sifat-Nya dengan apapun juga. Tidak bisa ada sesuatu yang kita jadikan tandingan-tandingan dan sekutu-sekutu bagi-Nya.
Itulah laa ilaha illallah, kalimat tauhid yang menjadi inti dari semua ajaran para nabi dan rasul. Itulah kalimat yang jika kita yakini sampai akhir hayat kita akan menjadi jaminan bagi kita untuk memasuki Surga Allah."Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa. Dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim. "(QS Ali 'Imran: 102)
Sebagai umat yang hidup dan mengikuti Rasulullah Muhammad saw, kita juga wajib bersaksi dengan kalimat syahadat yang kedua, yakni syahadat kerasulan. Dalam syahadat itu kita bersaksi, berikrar dan berjanji bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah. Tanpa kesaksian ini, seseorang tidak bisa disebut sebagai muslim. Yang demikian ini karena Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir (Khatamun nabiyyin) dan diutusnya beliau adalah untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini (kaaffatan lin naas). Ini berbeda dengan para nabi dan rasul sebelumnya, yang risalahnya akan dihubungkan dengan datangnya nabi atau rasul sesudahnya dan risalahnya hanya berlaku untuk umat-umat tertentu saja. Adapun Muhammad datang sebagai pembenar (mushaddiq) pada ajaran seluruh nabi dan rasul sebelumnya, dan ajaran yang beliau bawa adalah penyempurna dari seluruh ajaran para nabi dan rasul tersebut.
Rasulullah Muhammad diutus oleh Allah sebagai pembawa risalah kepada seluruh umat. Beliau adalah penyampai pesan dari Allah. Ia datang membawa syariat dari Allah berupa hukum-hukum dan tuntunan hidup. Ia datang membawa Al-Qur'an, untuk kemudian menjelaskan isinya agar umat manusia memahami isi Al-Qur'an. Untuk itu, satu-satunya jalan dan cara untuk taat kepada Allah adalah dengan taat kepada Rasulullah. Tidak ada jalan dan cara yang lain! Karenanya, kesaksian atas kerasulan Muhammad adalah harga mati yang tidak bisa lagi kita tawar-tawar.
Kesaksian atas kerasulan Muhammad juga berarti bahwa kita harus membuatnya sebagai teladan (uswah), karena beliau adalah sosok yang ma'shum (terpelihara dari dosa), yang perkataannya adalah wahyu dari Allah dan tidak ada kata yang didasarkan pada hawa nafsu semata, dan karena Allah memang memerintahkan kepada kita untuk menjadikan beliau sebagai panutan. "Sungguh pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi kalian." (QS Al-Ahzab: 21)
Untuk bisa membuatnya sebagai teladan, kita harus mempelajari perjalanan hidup beliau. Dengan begitu, kita bisa mengetahui berbagai sifat, sikap dan langkah-langkah hidup beliau. Setelah itu, kita harus menerapkan keteladanan dari beliau dalam kehidupan kita sekarang ini. Itulah kesaksian yang benar atas kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Persyaratan Syahadat
Persyaratan syahadat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadatnya itu tidak sah.
Persyaratan syahadat ada tujuh , yaitu:
- Pengetahuan
Seseorang yang bersyahadat harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya.
- Keyakinan
Seseorang yang bersyahadat harus mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut.
- Keikhlasan
Ikhlas berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima oleh Allah SWT.
- Kejujuran
Kejujuran adalah kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu diaktualisasikan dalam amal perbuatan.
- Kecintaan
Kecintaan berarti mencintai Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman. Cinta juga harus disertai dengan amarah yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah SAW.
- Penerimaan
Penerimaan berarti penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islam.Artinya, bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali Al Qur'an dan Sunnah Rasul.
- Ketundukan
Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya secara lahiriyah. Artinya, seorang muslim yang bersyahadat harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Perbedaan antara penerimaan dengan ketundukan yaitu bahwa penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan dilakukan dengan fisik.Oleh karena itu, setiap orang yang bersyahadat tidak harus disaksikan amirnya dan selalu siap melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupannya.
SUBAHANALLAH
BalasHapus